(Center for International Law Studies)
LATAR BELAKANG DAN TUJUAN PEMBENTUKAN
Dewasa ini masyarakat dunia semakin dikejutkan dengan perkembangan yang pesat dari permasalahan lintas batas negara. Semakin maraknya kenyataan bahwa isu nasional bisa sewaktu-waktu berkembang dengan tidak terkendali menjadi isu internasional, telah menyadarkan bangsa-bangsa bahwa batas antara masalah-masalah nasional dan masalah-masalah internasional tidak lagi dapat dipisahkan oleh batas yang rigid, melainkan hanya dibatasi oleh selapis membran yang sangat tipis.
Sejak awal para pendiri negara Indonesia sebagaimana para cendekia dunia lainnya juga telah menyadari hal ini, sehingga di dalam konstitusi Indonesia pun tertuang pernyataan bahwa bangsa Indonesia harus hidup dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab di dunia. Oleh karena itu tentunya tidak mengherankan jika Indonesia kemudian dalam perjalanan kenegaraannya banyak menundukkan diri kepada hukum internasional, hampir di semua aspek kehidupan bermasyarakat. Bahkan seringkali suatu ketentuan hukum internasional yang tertuang dalam satu konvensi internasional, misalnya, hanya dibuatkan Undang-Undang Pengesahannya, dimana ketentuan-ketentuan yang termuat dalam konvensi tersebut sebenarnya dapat langsung berlaku sebagai hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia.
Akan tetapi sayangnya, meskipun semangat untuk terlibat di dalam pembentukan dan pelaksanaan hukum internasional itu begitu besar, kenyataan di lapangan sering bicara lain. Banyak sekali konvensi yang telah diratifikasi oleh Indonesia belum dapat dilaksanakan dengan efektif karena berbagai dalih, seperti belum ada peraturan pelaksanaannya, kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum mengenai hukum internasional yang terkait dengan Indonesia, sampai dengan belum pahamnya jajaran pemerintah dan masyarakat awam atas keberlakuan hukum internasional di Indonesia.
Memang tidak dapat dipungkiri, kepastian hukum internasional, baik dalam daya mengikatnya dan penegakannya sangat rentan, karena digantungkan pada kemauan suatu negara berdaulat untuk menundukkan diri kepadanya. Namun demikian sifat koordinatif hukum internasional itulah yang membuat hukum internasional tetap ada di antara bangsa-bangsa di dunia, sehingga dengan alasan apapun keberadaannya untuk menjaga keseimbangan hidup negara-negara beradab tetap diperlukan. Oleh karenanya pemahaman terhadapnya dan upaya-upaya mengimplementasikannya serta menegakkannya tetap harus dilakukan, khususnya tentu di Indonesia.
Terdorong oleh pemikiran di atas, maka sekelompok pengajar hukum internasional di Fakultas Hukum Universitas Indonesia membentuk suatu lembaga yang disebut Pusat Pengkajian Hukum Internasional (Center for International Law Studies). Lembaga ini bertujuan untuk mengkaji masalah-masalah hukum internasional yang ada, khususnya yang mempunyai implikasi dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. Termasuk tentu untuk menganalisa sejauh mana suatu ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia telah dilaksanakan dengan efektif, dan kendala-kendala yang ada dalam pengimplementasiannya. Sosialisasi hukum internasional pun menjadi suatu agenda dari lembaga ini, mengingat peran hukum internasional yang tidak bisa diabaikan jika negara-negara di dunia ingin hidup dalam suasana yang saling menghargai kepentingan satu sama lain. Secara luas tentunya lembaga ini ingin mengambil peran aktif dalam menjembatani kepentingan masyarakat dan negara Indonesia di satu sisi dengan kepentingan masyarakat internasional di sisi lain, agar keduanya bisa berjalan berdampingan dengan harmonis.
Menyadari adanya keterkaitan yang sangat erat antara bidang hukum lain dengan hukum internasional, dimana pada kenyataannya setiap hukum nasional mempunyai potensi untuk bersinggungan dengan hukum internasional, maka Lembaga ini akan memiliki dewan pakar ("Board of Expert") yang anggotanya tidak hanya para ahli di bidang hukum internasional, tetapi juga dari berbagai disiplin ilmu hukum. Para pakar ini dapat berasal dari interen Fakultas Hukum UI, atau dari instansi di luar UI yang sudah teruji di bidang keahliannya masing-masing.
Kegiatan utama Lembaga Pengkajian Hukum Internasional (LPHI) atau Center for International Law Studies (CILS) diantaranya dapat meliputi:
- Penelitian mengenai penerapan dan penegakan suatu produk hukum internasional di Indonesia;
- Sosialisasi suatu produk hukum internasional yang telah mengikat Indonesia;
- Membantu instansi pemerintah terkait dalam menelaah penerapan, penegakan dan pengembangan suatu produk hukum internasional;
- Pengkajian atas manfaat keikutsertaan Indonesia pada ketentuan hukum internasional yang ada dalam berbagai bidang kehidupan;
- Penyelenggaraan seminar/lokakarya mengenai hukum internasional dan aspek-aspek terkait;
- Penyelenggaraan pendidikan/pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan hukum internasional di Indonesia (bekerjasama dengan LPLIH-FHUI);
- Bekerjasama dengan berbagai lembaga baik pemerintah (governmental organization) maupun swasta (non governmental organization), nasional maupun asing, termasuk dengan berbagai organisasi internasional (international organization) dalam pengembangan hukum internasional; dan
- Penerbitan hasil temuan pengkajian dalam bentuk "working paper", jurnal atau buku.
ARTIKEL HUKUM INTERNASIONAL
Perjanjian Internasional Dalam Sistem Perundang–Undangan Nasional
Oleh: Lies Sulistianingsih, SH
1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi banyak mempengaruhi kehidupan bangsa - bangsa di dunia. Sejalan dengan perkembangan kehidupan bangsa – bangsa di dunia, semakin berkembang pula permasalahan – permasalahan dalam masyarakat internasional dan menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan dalam Hukum Internasional.
- 1 komentar
- Baca selengkapnya ...
- 3941 reads
Pengadilan Pidana Internasional Dan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Hak Asasi Manusia
Oleh: Prof. DR. Romli Atmasasmita
Sejarah Singkat Persiapan Pembentukan International Criminal Court.
Perjalanan panjang menuju pembentukan Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) digambarkan oleh Prof. M. Cherif Bassiouni dalam kalimat sebagai berikut: “A journey that started in Versailles in 1919 is about to end in Rome in 1998 … This three quarter of a century journey has been long and arduous. It was also filled with missed opportunities and marked by terrible tragedies that ravaged the world. World War I was dubbed ‘the war to end all wars’, but then came World War II with its horrors and devastation. Since then, some 250 conflicts of all sorts and victimization by tyrannical regimes have resulted in an estimated 170 million casualties. Throughout this entire period of time, most of the perpetrators of genocide, crimes against humanity and war crimes have benefited from impunity.”
- Tulis komentar baru
- Baca selengkapnya ...
- 1209 reads
Urgensitas UU Tentang Batas Wilayah NKRI
Urgensitas UU Tentang Batas Wilayah NKRI
Oleh : Saptono Jenar
Wilayah perbatasan merupakan kawasan tertentu yang mempunyai dampak penting dan peran strategis bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di dalam ataupun di luar wilayah, memiliki keterkaitan yang kuat dengan kegiatan di wilayah lain yang berbatasan, baik dalam lingkup nasional maupun regional (antar negara), serta mempunyai dampak politis dan fungsi pertahanan keamanan nasional. Oleh karena peran strategis tersebut, maka pengembangan wilayah perbatasan Indoensia merupakan prioritas penting pembangunan nasional untuk menjamin keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- 1 komentar
- Baca selengkapnya ...
- 3704 reads
Kejahatan Berat dan Hukum Humaniter
Oleh: Harkristuti Harkrisnowo
Pendahuluan
Dalam keadaan perang atau situasi darurat umum (istilah yang juga dikenal dalam berbagai konvensi international), dimungkinkan adanya pembatasan penikmatan HAM. Kondisi yang dimaksudkan adalah "in time of public emergency with threatens the life of a nation, to the extent strictly required by the exigencies of the situation…."
Konflik bersenjata, di manapun di dunia ini, selalu membawa korban; mulai dari tingkat individu, komunitas, sampai ke tingkat nasional. Sebut saja beberapa peristiwa, misal ; konflik bersenjata di Aceh, perselisihan antar warga di Ambon, di Poso, dan konflik bersenjata pasca tragedi Gedung WTC (World Trade Centre) dan Pentagon. Ironisnya, dari berbagai peristiwa tersebut, selain mengorbankan jutaan jiwa, korbannya bukan hanya militer/pasukan atau angkatan bersenjata yang terlibat langsung dalam konflik. Akan tetapi, rakyat atau masyarakat sipil yang tidak berdosa yang justru menerima akibat lebih tragis.
- Tulis komentar baru
- Baca selengkapnya ...
- 1174 reads